KOMPETENSI LINTAS BUDAYA, TIM, DAN PERUBAHA

KOMPETENSI LINTAS BUDAYA,
TIM, DAN PERUBAHAN
Oleh :
Elfrianto

A.  Kajian Masalah
Sebuah satuan pendidikan setingkat SMA di kota A sedang melakukan penyusunan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP).  Kepala Sekolah  sebagai pimpinan di SMA tersebut  melalui Pembantu Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (PKS I), memanggil seluruh wali kelas dan guru-guru untuk mendiskusikan rancangan dan strategi yang akan dilakukan. Dari hasil rapat yang dilakukan didapatkan hasil kesepakatan tentang beberapa hal. Kesepakatan pertama tentang pembagian tugas masing-masing guru yang sudah disepakati agar dapat bertanggung jawab akan tugas masing-masing. Tugas tersebut dikerjakan secara mandiri oleh masing-masing guru, kemudian hasilnya akan dibawa untuk didiskusikan kembali pada rapat yang berikutnya dengan jangka waktu 1 minggu. Materi yang harus dipersiapkan adalah rumusan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Kriteria Ketuntasan Minimum.

Sesuai dengan waktu yang telah disepakati, maka rapat keduapu dijadwalkan tepat 1 minggu yang bertujuan untuk menyepakati kompetensi masing-masing guru agar tidak tumpang tindih. Pertemuan ke 2 ini ditemukan berbaggai permasalahan, dimana sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan pada pertemuan pertama tentang pembagian tugasnya, ternyata dalam pertemuan kedua tersebut para guru tidak membawa bahan-bahan yang memadai dimana ada guru-guru yang sudah ditugaskan membawa sesuatu ternyata guru-guru tersebut tidak menyiapkannya dengan alasan yang dibuat-buat. Saat itu suasana terkesan menegangkan, rapat tidak dapat dilanjutkan karena materi yang akan didiskusikan belum seluruhnya tersedia. Rapat dibubarkan, dan disepaki untuk dilakukan minggu berikutnya. Kepala Sekolah menugaskan PKS I untuk mencari tahu mengapa masalah ini terjadi dan membuat penegasan secara informal dengan masing-masing guru-guru untuk memastikan hal ini tidak akan terulang kembali.

Dari penugasan yang diberikan oleh kepala sekolah kepada PKS I tersebut, Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum itu mempunyai kajian lebih lanjut, dimana beliau memperoleh data bahwa mengapa guru-guru tersebut belum dapat menyelesaikan tugasnya, sebagian besar karena merasa mereka guru senior dan menganggap semuanya itu gampang dan dapat dilihat di internet.

B.  Konsep Dan Pembahsan
Berdasarkan permasalahan di atas, dapat dilihat dan dicermati dari beberapa pendekatan teori perilaku organisasi melalui pendekatan kompetensi lintas budaya, kompetensi tim dan kompetensi perubahan.

Berikut  ini akan diuraikan pemecahan masalah berdasarkan beberapa kompetensi, yaitu :
1.   Penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan Kompetensi Lintas Budaya
Keberagaman budaya dalam bekerja menjadi hal yang penting dalam perilaku organisasi. Perhatian terhadap keberagaman budaya ini dalam beberapa tahun terakhir semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena manajemen semakin sadar pentingnya mengelola lintas budaya sebagai bagian dari kekuatan organisasi. Kompetensi lintas budaya adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mengenal dan menerima persamaan dan perbedaan budaya antar bangsa dan kemudian merupakan isu strategi pendekatan organisasi dan keingintahuan.

Mudzakir (2009) menjelaskan bahwa budaya adalah pola kehidupan, pikiran, perasaan, dan keyakinan yang dikembangkan dan ditunjukkan orang, secara sadar atau tak sadar turun temurun. Budaya merupakan suatu pola yang dominan dalam kehidupan manusia, suatu hasil pemikiran, perasaan dan kepercayaan yang dibangun dan ditransmisikan oleh manusia, secara sadar maupun tidak disadari kepada generasi berikutnya. Suatu budaya akan dapat eksis apabila , hasil pemikiran, perasaan dan kepercayaan yang dibangun itu, secara bersama-sama dapat diterima dan  dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari  secara luas oleh mayoritas anggota masyarakat atau seluruh anggota suatu masyarakat dan terus berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Slocum (2009:24) meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam bertindak secara efektif dalam:
a. Memahami, mengapresiasi dan menggunakan karakteristik  membuat budaya tertentu unik dan kecenderungan untuk mempengaruhi  perilaku seseorang.
b.      Mengidentifikasi dan memahami bagaimana nilai-nilai berkenaan dengan kerja, seperti individu dan seluruhnya mempengaruhi pilihan idividu dan kelompok dalam membuat keputusan.
c. Memahami dan memotivasi pekerja dengan nilai-nilai dan sikap yang berbeda.
d.      Berkomunikasi dalam bahasa negara dimana individu punya hubungan kerja. Kemampuan itu penting untuk karyawan yang berkomunikasi dengan orang yang bahasa ibunya berbeda dari mereka.

Agar dapat melakukan strategi dan aplikasi pemahaman lintas budaya pada organisasi, terlebih dahulu harus mengenal/memahami konsep-konsep dasarnya terlebih dulu agar dapat menerapkan dan memanfaatkan konsep lintas budaya dengan tepat. Ada beberapa unsur yang berkaitan dengan konsep cross cultural understanding, yaitu cross cultural communications, cross cultural awareness, cross cultural knowledge, cross cultural sensitivity, dan croos cultural competence.

Mudzakir (2009), menjelaskan apabila dasar pemahaman lintas budaya telah diletakkan, pembelajaran melalui latihan yang berkelanjutan atau pengalaman di tempat kerja, secara bertahap dapat mencapai apresiasi yang lebih halus tentang perbedaan budaya. Pemahaman lintas budaya tersebut terdiri dari:
1)   Cross Cultural Knowledge
Pengetahuan lintas budaya sangat penting bagi dasar pemahaman lintas budaya. Tanpa hal ini apresiasi lintas budaya tidak akan terjadi. Ia merujuk kepada pengenalan tingkat permukaan dengan karakteristik budaya, nilai, kepercayaan, dan perilaku.
2) Cross Cultural Awareness
Kesadaran lintas budaya berkembang dari pengetahuan lintas budaya kala pembelajar memahami dan mengapresiasi secara internal suatu budaya. Ini mungkin akan disertai dengan perubahan pada perilaku dan sikap pembelajar, seperti fleksibilitas dan keterbukaan yang lebih besar.


3) Cross Cultural Sensitivity
Kepekaan lintas budaya merupakan hasil yang wajar dari kesadaran, dan merujuk kepada kemampuan untuk membaca situasi, konteks, dan perilaku yang secara budaya berakar dan dapat bereaksi kepadanya dengan tepat. Respons yang cocok menuntut bahwa pelaku tidak lagi membawa secara budaya tafsirannya sendiri yang telah ditentukan terhadap situasi atau perilaku (misalnya baik/buruk, benar/salah), yang hanya dapat dirawat dengan pengetahuan dan kesadaran lintas budaya.
4) Cross Cultural Competence
Kompetensi lintas budaya haruslah menjadi tujuan bagi mereka yang berhadapan dengan klien, pelanggan atau kolega multibudaya. Kompetensi merupakan tahap final dari pemahaman lintas budaya, dan menunjukkan kemampuan pelaku untuk mengerjakan lintas budaya secara efektif. Kompetensi lintas budaya melampaui pengetahuan, kesadaran dan kepekaan karena ia merupakan pencernaan, per-paduan dan transformasi dari semua keterampilan dan informasi yang dicari, diterapkan untuk menciptakan sinergi budaya di tempat kerja.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perkembangan kompetensi lintas budaya sangat berguna untuk menjelaskan, memahami, dan menghubungkannya kepada individu dan kelompok dengan nilai budaya yang berbeda.

Dari uraian-uraian pendapat yang dikemukakan di atas, berdasarkan kajian tentang permasalahan yang terjadi kita melihatnya berdasarkan pendekatan lintas budaya, terlihat bahwa pengelolaan lintas budaya individu, tidak terlihat secara nyata permasalahan lintas budaya yang terjadi, tetapi dapat dikatakan bahwa pengelolaan ini belum dapat dilakukan secara efektif. Kebiasaan-kebiasan tidak melakukan tugas dengan tanggung jawab, sepertinya sudah menjadi budaya. Padahal pada sebuah lembag pendidikan setingkat SMA, keberagaman budaya harusnya dapat dikelola dengan baik karena indikator pendidikan yang dimiliki individu dapat meminimalkan hal-hal yang dapat merugikan lembaga pendidikan tersebut.

2.   Penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan Kompetensi Tim
Menurut Slocum (2009) bahwa tim merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan cara mensinergikan kemampuan-kemampuan terbaik individu-individu. Tim is a small number of employees with complementary competencies who are commited to commmon performance goals and working relationships for which they hold themselves mutually accountable.  Ketika sebuah tim dibentuk, semua anggota tim seharusnya mampu meleburkan diri kedalam tim dan membangun kerja sama serta komunikasi untuk mewujudkan tujuan tim.

Tim yang efektif menurut Slocum (2009) harus memiliki karakterisik sebagai berikut :
a.       Memahami eksistensinya dan memiliki tujuan yang sama
b.      Memahami aturan dalam pembuatan keputusan
c.       Komunikasi yang terbuka diantara anggota tim
d.      Saling membantu
e.       Mampu mengatasi konflik
f. Memahami kelemahan dan meningkatkan kemampuan tim

Sebuah tim akan menjadi tidak efektif jika satu atau lebih karakteristik di atas tidak dimiliki oleh tim itu. Oleh karena itu setiap anggota tim hendaknya memiliki kompetensi tim. Menurut Slocum, kompetensi tim meliputi Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam membangun, mendukung, memfasilitasi dan memimpin tim untuk mencapai tujuan organisasi (Slocum, 2009:31).

Sejalan dengan Slocum (2009:332) menjelaskan bahwa membangun tim yang efektif  tidak mudah.  Ada beberapa faktor yang mempengaruh keberhasilan atau kegagalan sebuah tim yang disebut ”basic five stage”. Tahapan ini kemungkinan dapat diadopsi untuk di dapat implementasikan pada Satuan Pendidikan (SMA) kota A, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Tahap pembentukan
Dalam tahap awal ini anggota tim harus menentukan tujuan dan aturan-aturan yang disepakati bersama agar  tim tersebut mampu memahami, menghormati satu sama lain.
b.      Tahap waspada
Pada tahap ini sudah tampak adanya konflik yang disebabkan oleh perilaku kepemimpinan, perbedaan kepentingan bahkan terjadi kompetisi antar anggota tim.
c.       Tahap normal
Perilaku saling menghormati, saling berbagi informasi dan empati sudah tampak. Anggota tim tidak lagi mementingkan kepentingan pribadi tetapi lebih mementingkan kepentingan tim.
d.      Tahap perkembangan
Tahap ini menunjukkan kinerja tim yang makin meningkat, setiap anggota tim sudah mampu membangun kerja sama dan komunikasi yang baik. Mereka sama-sama membangun sinergi dalam mencapai tujuan organisasi.
e.       Adjouring stage
Adalah tahap dimana terjadi perilaku yang menjurus ekslusifisme. Tim mulai menarik diri dari lingkungan sekitar.

Berdasarkan kajian kasus di atas terlihat, bahwa konsep Slocum (2009), benar-benar belum dipenuhi oleh personel dalam organisasi satuan pendidikan SMA kota A. Masih banyak karakteristik-karakteristik tim efektif yang dikemukakan Slocum belum dipenuhi. Misalnya kompetensi internalisasi eksistensi tujuan bersama, memahami aturan dalam pembuatan keputusan, komunikasi yang terbuka diantara anggota tim, dan prinsip saling membantu.

3.    Penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan Kompetensi Perubahan
Berikut ini akan diberikan uraian tentang pemecahan masalah yang diutarakan di atas dengan kompetensi perubahan. 

Dalam melakukan perubahan, merupakan hal yang dianggap tidak gampang, sebab banyak alasan yang dapat diutarakan oleh seseorang jika merasa sudah nyaman dengan kondisi yang ada karena juga mempunyai pobia akan takut tidak berhasil, dan inilah yang  biasanya menjadi alasan utama. Kajian kondisi kasus pada satuan pendidikan setingkat SMA di kota A tersebut menunjukan bahwa perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang direncanakan masih belum dapat diterima seluruh elemen dan ada juga yang mengutarakan rumor bahwa KTSP adalah Kurikulum Tidak Siap Pakai.
Agar perubahan dapat dilakukan dengan efekstif, berbagai tindakan dapat dilakukan  oleh pimpinan sekolah.

Menurut Slocum (2009:34) menjelaskan bahwa kompetensi perubahan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan hal-hal berikut secara efektif:
a.    Melakukan ke-enam kompetensi terdahulu dalam mendiagnosa mengembangkan dan mengimplementasikan perubahan yang diperlukan.
b.   Mendiagnosa tekanan atas resistansi perubahan dalam situasi spesifik. Tekanan ini mungkin internal atau eksternal, seperti teknologi baru atau kompetitor.
c.    Mengaplikasikan model perubahan dan proses yang lain untuk memperkenalkan dan mencapai perubahan organisasi.  Individu yang mempunyai kemampuan ini dapat mengidentifikasi isu-isu penting dan mendiagnosanya dengan menguji faktor-fakor dasar tentang siapa, apa, mengapa, kepan, dimana dan bagaimana.
d.   Mencari, mendapatkan, berbagi dan mengaplikasikan pengetahuan baru dalam mencapai pebaikan yang konstan, kreaivitas, dan seluruh pendekatan baru atau tujuan.

Dari uraian di atas, menjawab penyelesaian kasus masalah di atas, pimpinan sekolah, dengan cara meyepakati perubahan dalam bentuk diskusi/rapat, dan menugaskan PKS I untuk mengidentifikasi penyebab permasalahan yang terjadi, merupakan kompetensi bagaimana menjalankan perubahan.  Namun yang terjadi dilapangan ternyata, realitanya mengelola perubahan dalam organisasi tidak selalu mudah, sehingga kompetensi yang sudah baikpun masih masih juga menemukan kendala, semuanya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.


C.     Penutup

Dari beberapa kajian-kajian yang diutarakan menjawab kasus yang diutarakan terdahulu, maka berdasarkan kasus dan landasan teoritis di atas, dapat dikatakan bahwa satuan pendidikan setingkat SMA dikota A, telah melakukan perubahan yang terencana.  Meskipun disana-sini dari rencana yang telah dibuat, ternyata masih menemukan berbagai kendala yang menimbulkan permasalahan.  

Kondisi lintas budaya yang berbeda setidaknya  mampu meningkatkan produktivitas organisasi, namun ternyata belum dimanfaatkan dengan baik, sehingaa akibatnya proses perubahan yang dilakukan belum dapat dilaksanakan dengan efektif. Implementasi ompetensi tim yang baik juga merupakan strategi yang baik untuk mencapai tujuan organisasi. Kompetensi-kompetensi ini jika digunakan secara efektif akan mendukung proses perubahan yang efektif.

D.      Daftar Bacaan

Cox, Taylor. Hand blake, Stacy. 1991. “Managing Cultural Diversity: Impliction for Organizational Competitiveness”. Academy of Management Executive.Vol 5.

Eva (2008). Perubahan dan Kebutuhan Kemampuan Beradaptasi. http://stietn.ac.id/ index.php?exec=newsdetail&NewsID=384

Kaloh. J (2006). Solusi Penyakit Akut Birokrasi. http://www.kaloh.com/

Mudzakir AS (2009), Strategi dan Aplikasi Pemahaman Lintas Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Arab. http://www.atida.org/melayu/index.php? option=com_content&view=article&id=49:strategi-dan-aplikasi-pemahaman-lintas-budaya-&catid=4:articles

Slocum & Hellriegel (2009), Principles Of Organizational Behavior. South-Western, a part of Cengage Learning.




0 komentar:

Posting Komentar