0

STRATEGI PENGEMBANGAN AKADEMIK PERGURUAN TINGGI MENUJU LULUSAN YANG BERMUTU


STRATEGI PENGEMBANGAN AKADEMIK PERGURUAN TINGGI MENUJU LULUSAN YANG BERMUTU

Oleh :
Elfrianto

A.       Pendahuluan

Penyusunan Rencana Strategis dan Rencana Operasional merupakan kegiatan yang menghasilkan suatu acuan yang sangat penting dalam menyusun program-program kerja, kegiatan dan langkah-langkah teknis untuk 5 tahun ke depan dalam suatu organisasi. Pada saat ini arus globalisasi telah melanda segala sektor di negeri ini dan menuntut kemampuan daya saing bangsa agar dapat berkiprah dalam percaturan internasional.

Mutu pendidikan harus terus ditingkatkan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan Paradigma Baru Pendidikan Tinggi yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan memperhatikan elemen Otonomi, Evaluasi, Akreditasi dan Akuntabilitas di dalam mewujudkan Kualitas Sumberdaya Manusia yang tinggi.

Pencapaian mutu pendidikan harus didasarkan pada proses – proses dengan titik perhatian pada: Relevansi, Akademik Atmosfir, Manajemen Internal terpadu, Sustainabilitas, Efisiensi dan Produktivitas, serta Kepemimpinan yang handal.

Selanjutnya dalam menyusun sebuah rencana strategi pengembangan program akademik menuju lulusan yang bermutu, hendaknya dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.    Undang-undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
2.    Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3.    Undang-undang Nomor 14 tahun 2004 tentang Guru dan Dosen.
4.    Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
5.    Kepmendiknas Nomor 010/0/2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pendidikan Nasional.
6.    Konsep Higher Education Long Term Strategy (HELTS) tahun 2003-2010

Rencana Strategi dimaksudkan sebagai acuan untuk melakukan perencanaan yang tepat, guna mencapai tujuan pembangunan pendidikan nasional. Dalam Rencana Strategis dan Rencana Operasional dibahas dan direncanakan strategi bidang akademik, bidang manajemen dan organisasi, bidang kemahasiswaan, dan bidang pengembangan dan kerjasama, yang selanjutnya dapat menjadi pijakan bagi kebijakan tahun-tahun mendatang yang menghantarkan Fakultas menjadi yang terkemuka di kawasan Asia Tenggara serta tanggap terhadap Higher Education Long Term Strategy (HELTS) tahun 2003-2010 untuk pendidikan tinggi di Indonesia.

Sebagai acuan kebijakan strategis dan program-program kerja dalam rangka pelaksanaan Manajemen Fakultas agar terjadi perubahan culture dan terealisasinya pelaksanaan Paradigma Baru Perguruan Tinggi di Fakultas.


B.        Pengembangang Program Program Akademik menuju Lulusan yang Bermutu.

Memasuki era globalisasi sekarang ini, penyelenggaraan pendidikan tinggi nasional sedang dan akan menghadapi sejumlah permasalahan. Diantara, permasalahan tersebut adalah gejala semakin menguatnya arus globalisasi, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perubahan arah kebijakan pendidikan, khususnya Pendidikan Tinggi.

Dewasa ini merupakan era globalisasi dan informasi. Dalam kaitanya dengan globalisasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menyetujui dan terlibat aktif dalam berbagai kesepakatan perdagangan secara global, seperti WTO, GATT, APEC dan sebagainya. Dalam era globalisasi dan informasi, hampir semua faktor produksi seperti uang, teknologi, jasa, pabrik dan peralatan dapat bergerak melintasi tapal batas negara tanpa kesulitan berarti. Dunia terasa menjadi semakin sempit, jarak terasa semakin dekat, waktu terasa berjalan semakin cepat dan mobilitas orang dan barang semakin tinggi. Kondisi tersebut akan mempunyai implikasi langsung terhadap penyelenggaraan pendidikan tinggi nasional. Implikasi yang dimaksud adalah :
I.      Tingginya peluang tenaga kerja terdidik dari luar negeri masuk ke Indonesia sehingga persaingan dunia kerja bagi lulusan perguruan tinggi menjadi semakin ketat.
II.    Institusi pendidikan tinggi luar negeri semakin mudah menyelenggarakan pendidikan di Indonesia, sehingga para calon mahasiswa memiliki peluang yang lebih tinggi untuk memilih Perguruan Tinggi yang berkualitas. Hal demikian mengakibatkan persaingan diantara perguruan tinggi semakin ketat dalam menarik mahasiswa. Persaingan tersebut memberi efek terhadap peningkatan biaya pengembangan perguruan tinggi dan kinerja penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik yang menyangkut dengan sumber daya manusia, fasilitas, maupun manajemen.
Isu lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam  penyusunan rencana strategis adalah implementasi otonomi pendidikan. Pemberlakuan otonomi perguruan tinggi mempunyai implikasi-implikasi sebagai berikut:
a.    Pengurangan subsidi pemerintah terhadap perguruan tinggi negeri (PTN),
b.    Strategi yang ditempuh oleh PTN dalam menggali sumber dana lain di luar subsidi pemerintah
c.     Strategi yang ditempuh oleh perguruan tinggi (PTN dan PTS) dalam memenangkan persaingan antar perguruan tinggi, terutama dalam menjaring calon mahasiswa.

Dalam kaitannya dengan implementasi otonomi pendidikan tinggi, PTN bagaimanapun berada dalam posisi lebih menguntungkan daripada PTS, karena dua alasan. Pertama, pemerintah masih memberikan subsidi berupa gaji pegawai negeri, sehingga PTN tidak perlu memikirkan untuk mencari dana menggaji karyawan. Kedua, rata-rata PTN telah memiliki SDM yang lebih baik daripada PTS, terutama dalam aspek jabatan akademik dosen, meskipun dalam kewirausahaan (entrepreneurship) rata-rata PTS secara relatif telah memiliki pengalaman yang lebih baik daripada rata-rata PTN.

Dalam kaitannya dengan strategi yang ditempuh oleh perguruan tinggi lain dalam mengimplementasikan otonomi pendidikan tinggi, terdapat kecenderungan bahwa sebagian besar perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi negeri, akan menambah calon mahasiswa yang dapat diterima diperguruan tinggi bersangkutan. Strategi ini cenderung ditempuh karena berkaitan dengan upaya perguruan tinggi negeri (PTN) untuk dapat mandiri, baik dalam penggalian maupun pengelolaan dana, sehingga PTN tidak lagi banyak tergantung pada kemampuan pembiayaan pemerintah, terutama dalam pembiayaan operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pemeliharaan berbagai fasilitas pembelajaran.

Diantara upaya-upaya yang dilakukan PTN untuk meningkatkan daya tampung tersebut adalah menyelenggarakan kelas paralel, membuka berbagai program diploma, dan membuka ekstensi. Peningkatan daya tampung ini berkaitan erat dengan jumlah dana yang bisa diperoleh dari calon mahasisa. Konsekuensinya adalah bahwa jumlah spill-over (limpahan) calon mahasiswa dari PTN yang selama ini menjadi konsumen utama PTS menjadi semakin berkurang, sehingga perolehan calon mahasiswa PTS juga semakin kecil dan keberlangsungan PTS dapat menjadi terancam.

Dalam kaitanya dengan strategi yang ditempuh oleh perguruan tinggi (PTN & PTS) dalam memenangkan persaingan antara perguruan tinggi, terutama dalam menjaring calon mahasiswa, terdapat kecendrungan bahwa masing-masing perguruan tinggi akan bersikap lebih proaktif, terutama dalam membangun berbagai jaringan ( networking) dengan berbagai institusi untuk berbagai keperluan, baik pendidikan, penelitian, maupun pengabdian pada masyarakat. Konsekuensinya adalah bila PTS tidak siap dengan langkah-langkah serupa, maka dapat diperkirakan bahwa PTS akan selalu tertinggal dibelakang dan tak mampu mengakses berbagai resources yang ada diberbagai institusi.
Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian di dalam perumusan rencana strategis adalah kondisi internal institusi sendiri, baik dalam kaitanya dengan kekuatan dan kelemahan maupun langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kekuatan dan mengurangi kelemahan. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi secara lebih cermat dan jujur kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan tersebut dalam bentuk evaluasi diri, sehingga dapat merumuskan strategi yang tepat untuk mengoptimalisasikan kekuatan dan meminimalisasikan kelemahan tersebut. Evaluasi diri dibagi dalam empat kajian yakni evaluasi sumber daya manusia dan sistem manajeman SDM, evaluasi sistem infrastruktur dan fasilitas lainya, evaluasi sumberdaya finansial dan manajemen keuangan, serta evaluasi program akademik dan penjamin mutu.

Dengan melakukan evaluasi diri berdasarkan analisa SWOT (strength, weaknesses, opportunities, Challenges) maka dapat dirumuskan tujuan, sasaran, strategi, prioritas program dan indicator kinerja.

       KUALITAS AKADEMIK LULUSAN
Salah satu tolok ukur kualitas perguruan tinggi adalah daya saing lulusan dalam pasar kerja. Untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu memenangkan persaingan-persaingan pasar kerja, sekurang-kurangnya di tingkat lokal, dan harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki standart kualifikasi nasional dan regional, maka perguruan tinggi harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.    Prioritas Program Peningkatan Kompetensi Dosen dan Metode Pembelajaran.
1.      Meningkatkan jumlah dosen untuk mengikuti berbagai kursus pembelajaran secara berjenjang dan berkelanjutan untuk menunjang proses pembelajaran kreatif, innovatif, dan menarik.
2.      Meningkatkan sarana-prasarana pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran yang kreatif, innovatif, dan menarik
3.      Mendorong dosen untuk menyusun bahan ajar.

b.        Prioritas Program Pembaharuan Kurikulum
1.      Melakukan need assesment dunia kerja (baik sektor formal maupun informal)
2.      Melakukan kompilasi Iptek yang mutakhir
3.      Meng-update kurikulum secara priodik.

c.         Prioritas Program Peningkatan Kualitas Lulusan
1.      Mengikut sertakan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan tutorial, asistensi, penelitian, jurnalistik, seminar dan berbagai lomba karya ilmiah.
2.      Menyusun desain pembelajaran yang mendorong mahasiswa menulis dan menyajikan gagasan secara sistematik.
3.      Menetapkan standar kompetensi lulusan pada tingkat nasional dan internasional
4.      Melembagakan kegiatan lomba karya ilmiah, karya innovatif, dan kreatif secara terprogram dan terintegrasi dengan perkuliahan.
5.      Menerapkan standar kualifikasi profesi tingkat regional
6.      Membangun unit organisasi yang menangani penempatan kerja dan peningkatan ketrampilan kewirasusahaan.
7.      Menyelenggarakan program, magang bagi mahasiswa.
8.      Mendirikan lembaga penjaminan mutu (quality  assurance)
9.      Membangun laboratorium otonomi daerah
10.  Membangun Laboratorium Micro teaching
11.  Membangun Laboratorium Kultur Jaringan

KUALITAS MORAL LULUSAN
Sebagai perguruan tinggi berdasarkan nilai-nilai pancasila perlu menghasilkan lulusan yang memiliki integritas kepribadian dan moralitas religius baik dalam konteks kehidupan individual maupun sosial sehingga proses pembelajaran yang dilakukan menekankan bentuk-bentuk pembelajaran yang berorientasi pada learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Dihasilkannya lulusan yang bersifat jujur, adil, cerdas, terpercaya, Cerdas yang meliputi cerdas spritual yakni beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketaqwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.

Cerdas emosional & sosial yakni beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan appresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengepresikannya. Beraktualisasi diri melalui interaksi timbal balik :
-     Membina dan memupuk hubungan timbal balik
-     Demokratis
-     Empatik dan simpatik
-     Menjunjung tinggi hak asasi manusia
-     Ceria dan percaya diri
-     Menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara
-     Berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
Cerdas Intelektual yakni beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.
Cerdas Kinestetis yakni beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya, tahan, sigap, terampil.

IKLIM AKADEMIK
Untuk mencapai prestasi akademik yang baik diperlukan lingkungan yang kondusif.  Menciptakan iklim akademik (academic atmosphere) yang memungkinkan tumbuhnya pemikiran kritis dan inovatif, dengan demikian program yang harus dilaksanakan :
a.          Prioritas Program Peningkatan kemampuan Dosen Melakukan Kajian dan Penelitian Unggulan.  Meningkatkan peluang dan keterlibatan dosen untuk melakukan kajian dan penelitian unggulan.
b.          Prioritas Program Pelembagaan Forum-Forum Ilmiah.  Menyelenggarakan forum-forum ilmiah pada semua unit akademik, baik secara reguler maupun insidental.  Menyelenggarakan stadium general untuk isu-isu aktual ditingkat  Universitas maupun Fakultas/Unit.
c.           Prioritas Program Peningkatan Kompetensi Dosen  Menempatkan para pakar sebagai motivator dan konsultan untuk menumbuh kembangkan tradisi akademik, baik ditingkat universitas maupun unit.
d.          Prioritas Program Peningkatan Deseminasi Ilmiah Melakukan deseminasi dan dokumentasi materi (dan hasil) kegiatan akademik.
e.          Indikator kinerja Program Peningkatan Kemampuan Dosen dalam kajian dan penelitian unggulan, Pelembagaan Forum-Forum Ilmiah, Peningkatan Kompetensi Akademik Dosen, Deseminasi Ilmiah, dan Pelembagaan Forum-Forum Ilmiah.

C.        Penutup
       Dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas, strategi pengembangan akademik dalam sebuah lembaga pendidikan sangatlah penting adanya, dimana bidang akademik tersebut merupakan hal yang dapat mengantarkan seseoarang mahasiswa kepada lulusan yang bermutu dan berkualitas, tanpa adanya pengembangan akademik yang jelas sudah dapat dikatakan bahwa lulusan yang dikeluarkan akan diragukan.  Tanpa lulusan yang berkualitas akan dapat membawa citra lembaga pendidikan dimata masyarakat maupun dunia akan mendapat presiden buruk bagi lembaga itu.

D.       Daftar Bacaan

Altbach, Philip G. & Robert O. Berdahl. 1981. Higher Education in American Society. New York: Promotheus Books.
Eko Indrajit. 2006. Manajemen Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Andi Offset.
Harsono. 2008. Model-Model Pengelolaan Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tampubolon, D. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu. Jakarta: Gramedia.
Tilaar, HAR. 2004. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remadja Rosda Karya.

0

KOMPETENSI LINTAS BUDAYA, TIM, DAN PERUBAHA

KOMPETENSI LINTAS BUDAYA,
TIM, DAN PERUBAHAN
Oleh :
Elfrianto

A.  Kajian Masalah
Sebuah satuan pendidikan setingkat SMA di kota A sedang melakukan penyusunan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP).  Kepala Sekolah  sebagai pimpinan di SMA tersebut  melalui Pembantu Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (PKS I), memanggil seluruh wali kelas dan guru-guru untuk mendiskusikan rancangan dan strategi yang akan dilakukan. Dari hasil rapat yang dilakukan didapatkan hasil kesepakatan tentang beberapa hal. Kesepakatan pertama tentang pembagian tugas masing-masing guru yang sudah disepakati agar dapat bertanggung jawab akan tugas masing-masing. Tugas tersebut dikerjakan secara mandiri oleh masing-masing guru, kemudian hasilnya akan dibawa untuk didiskusikan kembali pada rapat yang berikutnya dengan jangka waktu 1 minggu. Materi yang harus dipersiapkan adalah rumusan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Kriteria Ketuntasan Minimum.

Sesuai dengan waktu yang telah disepakati, maka rapat keduapu dijadwalkan tepat 1 minggu yang bertujuan untuk menyepakati kompetensi masing-masing guru agar tidak tumpang tindih. Pertemuan ke 2 ini ditemukan berbaggai permasalahan, dimana sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan pada pertemuan pertama tentang pembagian tugasnya, ternyata dalam pertemuan kedua tersebut para guru tidak membawa bahan-bahan yang memadai dimana ada guru-guru yang sudah ditugaskan membawa sesuatu ternyata guru-guru tersebut tidak menyiapkannya dengan alasan yang dibuat-buat. Saat itu suasana terkesan menegangkan, rapat tidak dapat dilanjutkan karena materi yang akan didiskusikan belum seluruhnya tersedia. Rapat dibubarkan, dan disepaki untuk dilakukan minggu berikutnya. Kepala Sekolah menugaskan PKS I untuk mencari tahu mengapa masalah ini terjadi dan membuat penegasan secara informal dengan masing-masing guru-guru untuk memastikan hal ini tidak akan terulang kembali.

Dari penugasan yang diberikan oleh kepala sekolah kepada PKS I tersebut, Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum itu mempunyai kajian lebih lanjut, dimana beliau memperoleh data bahwa mengapa guru-guru tersebut belum dapat menyelesaikan tugasnya, sebagian besar karena merasa mereka guru senior dan menganggap semuanya itu gampang dan dapat dilihat di internet.

B.  Konsep Dan Pembahsan
Berdasarkan permasalahan di atas, dapat dilihat dan dicermati dari beberapa pendekatan teori perilaku organisasi melalui pendekatan kompetensi lintas budaya, kompetensi tim dan kompetensi perubahan.

Berikut  ini akan diuraikan pemecahan masalah berdasarkan beberapa kompetensi, yaitu :
1.   Penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan Kompetensi Lintas Budaya
Keberagaman budaya dalam bekerja menjadi hal yang penting dalam perilaku organisasi. Perhatian terhadap keberagaman budaya ini dalam beberapa tahun terakhir semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena manajemen semakin sadar pentingnya mengelola lintas budaya sebagai bagian dari kekuatan organisasi. Kompetensi lintas budaya adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mengenal dan menerima persamaan dan perbedaan budaya antar bangsa dan kemudian merupakan isu strategi pendekatan organisasi dan keingintahuan.

Mudzakir (2009) menjelaskan bahwa budaya adalah pola kehidupan, pikiran, perasaan, dan keyakinan yang dikembangkan dan ditunjukkan orang, secara sadar atau tak sadar turun temurun. Budaya merupakan suatu pola yang dominan dalam kehidupan manusia, suatu hasil pemikiran, perasaan dan kepercayaan yang dibangun dan ditransmisikan oleh manusia, secara sadar maupun tidak disadari kepada generasi berikutnya. Suatu budaya akan dapat eksis apabila , hasil pemikiran, perasaan dan kepercayaan yang dibangun itu, secara bersama-sama dapat diterima dan  dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari  secara luas oleh mayoritas anggota masyarakat atau seluruh anggota suatu masyarakat dan terus berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Slocum (2009:24) meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam bertindak secara efektif dalam:
a. Memahami, mengapresiasi dan menggunakan karakteristik  membuat budaya tertentu unik dan kecenderungan untuk mempengaruhi  perilaku seseorang.
b.      Mengidentifikasi dan memahami bagaimana nilai-nilai berkenaan dengan kerja, seperti individu dan seluruhnya mempengaruhi pilihan idividu dan kelompok dalam membuat keputusan.
c. Memahami dan memotivasi pekerja dengan nilai-nilai dan sikap yang berbeda.
d.      Berkomunikasi dalam bahasa negara dimana individu punya hubungan kerja. Kemampuan itu penting untuk karyawan yang berkomunikasi dengan orang yang bahasa ibunya berbeda dari mereka.

Agar dapat melakukan strategi dan aplikasi pemahaman lintas budaya pada organisasi, terlebih dahulu harus mengenal/memahami konsep-konsep dasarnya terlebih dulu agar dapat menerapkan dan memanfaatkan konsep lintas budaya dengan tepat. Ada beberapa unsur yang berkaitan dengan konsep cross cultural understanding, yaitu cross cultural communications, cross cultural awareness, cross cultural knowledge, cross cultural sensitivity, dan croos cultural competence.

Mudzakir (2009), menjelaskan apabila dasar pemahaman lintas budaya telah diletakkan, pembelajaran melalui latihan yang berkelanjutan atau pengalaman di tempat kerja, secara bertahap dapat mencapai apresiasi yang lebih halus tentang perbedaan budaya. Pemahaman lintas budaya tersebut terdiri dari:
1)   Cross Cultural Knowledge
Pengetahuan lintas budaya sangat penting bagi dasar pemahaman lintas budaya. Tanpa hal ini apresiasi lintas budaya tidak akan terjadi. Ia merujuk kepada pengenalan tingkat permukaan dengan karakteristik budaya, nilai, kepercayaan, dan perilaku.
2) Cross Cultural Awareness
Kesadaran lintas budaya berkembang dari pengetahuan lintas budaya kala pembelajar memahami dan mengapresiasi secara internal suatu budaya. Ini mungkin akan disertai dengan perubahan pada perilaku dan sikap pembelajar, seperti fleksibilitas dan keterbukaan yang lebih besar.


3) Cross Cultural Sensitivity
Kepekaan lintas budaya merupakan hasil yang wajar dari kesadaran, dan merujuk kepada kemampuan untuk membaca situasi, konteks, dan perilaku yang secara budaya berakar dan dapat bereaksi kepadanya dengan tepat. Respons yang cocok menuntut bahwa pelaku tidak lagi membawa secara budaya tafsirannya sendiri yang telah ditentukan terhadap situasi atau perilaku (misalnya baik/buruk, benar/salah), yang hanya dapat dirawat dengan pengetahuan dan kesadaran lintas budaya.
4) Cross Cultural Competence
Kompetensi lintas budaya haruslah menjadi tujuan bagi mereka yang berhadapan dengan klien, pelanggan atau kolega multibudaya. Kompetensi merupakan tahap final dari pemahaman lintas budaya, dan menunjukkan kemampuan pelaku untuk mengerjakan lintas budaya secara efektif. Kompetensi lintas budaya melampaui pengetahuan, kesadaran dan kepekaan karena ia merupakan pencernaan, per-paduan dan transformasi dari semua keterampilan dan informasi yang dicari, diterapkan untuk menciptakan sinergi budaya di tempat kerja.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perkembangan kompetensi lintas budaya sangat berguna untuk menjelaskan, memahami, dan menghubungkannya kepada individu dan kelompok dengan nilai budaya yang berbeda.

Dari uraian-uraian pendapat yang dikemukakan di atas, berdasarkan kajian tentang permasalahan yang terjadi kita melihatnya berdasarkan pendekatan lintas budaya, terlihat bahwa pengelolaan lintas budaya individu, tidak terlihat secara nyata permasalahan lintas budaya yang terjadi, tetapi dapat dikatakan bahwa pengelolaan ini belum dapat dilakukan secara efektif. Kebiasaan-kebiasan tidak melakukan tugas dengan tanggung jawab, sepertinya sudah menjadi budaya. Padahal pada sebuah lembag pendidikan setingkat SMA, keberagaman budaya harusnya dapat dikelola dengan baik karena indikator pendidikan yang dimiliki individu dapat meminimalkan hal-hal yang dapat merugikan lembaga pendidikan tersebut.

2.   Penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan Kompetensi Tim
Menurut Slocum (2009) bahwa tim merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan cara mensinergikan kemampuan-kemampuan terbaik individu-individu. Tim is a small number of employees with complementary competencies who are commited to commmon performance goals and working relationships for which they hold themselves mutually accountable.  Ketika sebuah tim dibentuk, semua anggota tim seharusnya mampu meleburkan diri kedalam tim dan membangun kerja sama serta komunikasi untuk mewujudkan tujuan tim.

Tim yang efektif menurut Slocum (2009) harus memiliki karakterisik sebagai berikut :
a.       Memahami eksistensinya dan memiliki tujuan yang sama
b.      Memahami aturan dalam pembuatan keputusan
c.       Komunikasi yang terbuka diantara anggota tim
d.      Saling membantu
e.       Mampu mengatasi konflik
f. Memahami kelemahan dan meningkatkan kemampuan tim

Sebuah tim akan menjadi tidak efektif jika satu atau lebih karakteristik di atas tidak dimiliki oleh tim itu. Oleh karena itu setiap anggota tim hendaknya memiliki kompetensi tim. Menurut Slocum, kompetensi tim meliputi Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam membangun, mendukung, memfasilitasi dan memimpin tim untuk mencapai tujuan organisasi (Slocum, 2009:31).

Sejalan dengan Slocum (2009:332) menjelaskan bahwa membangun tim yang efektif  tidak mudah.  Ada beberapa faktor yang mempengaruh keberhasilan atau kegagalan sebuah tim yang disebut ”basic five stage”. Tahapan ini kemungkinan dapat diadopsi untuk di dapat implementasikan pada Satuan Pendidikan (SMA) kota A, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Tahap pembentukan
Dalam tahap awal ini anggota tim harus menentukan tujuan dan aturan-aturan yang disepakati bersama agar  tim tersebut mampu memahami, menghormati satu sama lain.
b.      Tahap waspada
Pada tahap ini sudah tampak adanya konflik yang disebabkan oleh perilaku kepemimpinan, perbedaan kepentingan bahkan terjadi kompetisi antar anggota tim.
c.       Tahap normal
Perilaku saling menghormati, saling berbagi informasi dan empati sudah tampak. Anggota tim tidak lagi mementingkan kepentingan pribadi tetapi lebih mementingkan kepentingan tim.
d.      Tahap perkembangan
Tahap ini menunjukkan kinerja tim yang makin meningkat, setiap anggota tim sudah mampu membangun kerja sama dan komunikasi yang baik. Mereka sama-sama membangun sinergi dalam mencapai tujuan organisasi.
e.       Adjouring stage
Adalah tahap dimana terjadi perilaku yang menjurus ekslusifisme. Tim mulai menarik diri dari lingkungan sekitar.

Berdasarkan kajian kasus di atas terlihat, bahwa konsep Slocum (2009), benar-benar belum dipenuhi oleh personel dalam organisasi satuan pendidikan SMA kota A. Masih banyak karakteristik-karakteristik tim efektif yang dikemukakan Slocum belum dipenuhi. Misalnya kompetensi internalisasi eksistensi tujuan bersama, memahami aturan dalam pembuatan keputusan, komunikasi yang terbuka diantara anggota tim, dan prinsip saling membantu.

3.    Penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan Kompetensi Perubahan
Berikut ini akan diberikan uraian tentang pemecahan masalah yang diutarakan di atas dengan kompetensi perubahan. 

Dalam melakukan perubahan, merupakan hal yang dianggap tidak gampang, sebab banyak alasan yang dapat diutarakan oleh seseorang jika merasa sudah nyaman dengan kondisi yang ada karena juga mempunyai pobia akan takut tidak berhasil, dan inilah yang  biasanya menjadi alasan utama. Kajian kondisi kasus pada satuan pendidikan setingkat SMA di kota A tersebut menunjukan bahwa perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang direncanakan masih belum dapat diterima seluruh elemen dan ada juga yang mengutarakan rumor bahwa KTSP adalah Kurikulum Tidak Siap Pakai.
Agar perubahan dapat dilakukan dengan efekstif, berbagai tindakan dapat dilakukan  oleh pimpinan sekolah.

Menurut Slocum (2009:34) menjelaskan bahwa kompetensi perubahan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan hal-hal berikut secara efektif:
a.    Melakukan ke-enam kompetensi terdahulu dalam mendiagnosa mengembangkan dan mengimplementasikan perubahan yang diperlukan.
b.   Mendiagnosa tekanan atas resistansi perubahan dalam situasi spesifik. Tekanan ini mungkin internal atau eksternal, seperti teknologi baru atau kompetitor.
c.    Mengaplikasikan model perubahan dan proses yang lain untuk memperkenalkan dan mencapai perubahan organisasi.  Individu yang mempunyai kemampuan ini dapat mengidentifikasi isu-isu penting dan mendiagnosanya dengan menguji faktor-fakor dasar tentang siapa, apa, mengapa, kepan, dimana dan bagaimana.
d.   Mencari, mendapatkan, berbagi dan mengaplikasikan pengetahuan baru dalam mencapai pebaikan yang konstan, kreaivitas, dan seluruh pendekatan baru atau tujuan.

Dari uraian di atas, menjawab penyelesaian kasus masalah di atas, pimpinan sekolah, dengan cara meyepakati perubahan dalam bentuk diskusi/rapat, dan menugaskan PKS I untuk mengidentifikasi penyebab permasalahan yang terjadi, merupakan kompetensi bagaimana menjalankan perubahan.  Namun yang terjadi dilapangan ternyata, realitanya mengelola perubahan dalam organisasi tidak selalu mudah, sehingga kompetensi yang sudah baikpun masih masih juga menemukan kendala, semuanya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.


C.     Penutup

Dari beberapa kajian-kajian yang diutarakan menjawab kasus yang diutarakan terdahulu, maka berdasarkan kasus dan landasan teoritis di atas, dapat dikatakan bahwa satuan pendidikan setingkat SMA dikota A, telah melakukan perubahan yang terencana.  Meskipun disana-sini dari rencana yang telah dibuat, ternyata masih menemukan berbagai kendala yang menimbulkan permasalahan.  

Kondisi lintas budaya yang berbeda setidaknya  mampu meningkatkan produktivitas organisasi, namun ternyata belum dimanfaatkan dengan baik, sehingaa akibatnya proses perubahan yang dilakukan belum dapat dilaksanakan dengan efektif. Implementasi ompetensi tim yang baik juga merupakan strategi yang baik untuk mencapai tujuan organisasi. Kompetensi-kompetensi ini jika digunakan secara efektif akan mendukung proses perubahan yang efektif.

D.      Daftar Bacaan

Cox, Taylor. Hand blake, Stacy. 1991. “Managing Cultural Diversity: Impliction for Organizational Competitiveness”. Academy of Management Executive.Vol 5.

Eva (2008). Perubahan dan Kebutuhan Kemampuan Beradaptasi. http://stietn.ac.id/ index.php?exec=newsdetail&NewsID=384

Kaloh. J (2006). Solusi Penyakit Akut Birokrasi. http://www.kaloh.com/

Mudzakir AS (2009), Strategi dan Aplikasi Pemahaman Lintas Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Arab. http://www.atida.org/melayu/index.php? option=com_content&view=article&id=49:strategi-dan-aplikasi-pemahaman-lintas-budaya-&catid=4:articles

Slocum & Hellriegel (2009), Principles Of Organizational Behavior. South-Western, a part of Cengage Learning.




0

KOMPETENSI DIRI, KOMUNIKASI, DIVERSIFIKASI, DAN ETIKA

KOMPETENSI DIRI, KOMUNIKASI,
DIVERSIFIKASI, DAN ETIKA

Oleh :
Elfrianto

A. Kajian Masalah

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan tersebut, guru merupakan salah satu faktor paling determinan dalam membentuk manusia cerdas tesebut. Manusia yang cerdas dihasilkan dari proses yang cerdas pula. Dengan demikian perlu dipersiapkan guru-guru yang cerdas agar proses pendidikan mampu menghasilkan manusia cerdas.

Guru yang profesional harus memiliki kompetensi. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dikatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu : 1) Kompetensi Pedagogik; 2) Kompetensi Kepribadian; 3) Kompetensi Sosial & 4) Kompetensi professional.

Kenyataan dilapangan Guru yang mengajar di Satuan Pendidikan A di suatu Kabupaten / Kota terdapat berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain: (1) adanya keberagaman kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan, (2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru, (3) pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan (4) kesejahteraan guru yang belum memadai. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan dimaksud antara lain: (1) kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan guru tidak maksimal, (2) kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa, (3) rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung siswa terutama di tingkat dasar (hasil studi internasional yang dilakukan oleh organisasi International Education Achievement, 1999). Sehubungan dengan itu, Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi perintisan pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Mengajar di daerah merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional.

B. Kosep dan Pembahasan

Satuan Pendidikan merupakan sebuah organisasi yang dinamis. Sebagai sebuah organisasi Satuan Pendidikan terdiri dari, struktur, manusia dan alat/teknologi (Stephen Robbin, 2007). Dari ketiga unsur pembentuk organisasi ini, manusia dalam pandangan Perilaku Organisasi merupakan faktor yang paling penting dalam mencapai tujuan sebuah organisasi.

Menurut Jack Welch (2006) mengatakan : “Bukan uang, atau teknologi yang menjadi masalah dalam sebuah perusahaan tetapi manusia”.
Begitu juga dalam organisasi sekolah, guru memainkan peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan Satuanh Pendidikan . Dengan demikian pengelolaan guru yang efektif menjadi penting sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Scolum dan Hellriegel (2009), menyebutkan : ”Organisasi akan efektif jika individu-individu dan kelompok-kelompok dalam organisasi itu juga efektif”.
Pada kajian tentang prinsip perilaku organisasi Slocum & Hellriegel (2009:7) dijelaskan terdapat beberapa kompetensi kunci yang harus dimiliki untuk dapat membangun perilaku organisasi yang efektif, yang tentu saja juga termasuk pada organisasi pendidikan. Kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi diri, kompetensi komunikasi, kompetensi keanekaragaman, kompetensi etik, kompetensi lintas budaya, kompetensi tim dan kompetensi perubahan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepibadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No.20). Masalah yang terjadi pada organisasi pendidikan seperti pada kondisi kajian masalah diatas, akan dilihat penyelesaiannya melalui pendekatan empat kompetensi awal, mulai dari kompetensi diri, kompetensi komunikasi, kompetensi keanekaragaman, dan kompetensi etik.

Arianto (2008) menjelaskan secara umum kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Karakter yang membentuk kompetensi yakni pengetahuan, ketrampilan, konsep diri dan nilai-nilai, karakteritik pribadi, dan motif. Berbagai kompetensi yang dimiliki individu, jika digunakan secara sinergi dengan positif akan menghasilkan suatu keterampilan yang luar biasa dalam membina hubungan dengan orang lain, baik diluar maupun dalam organisasi. Sejalan dengan hal tersebut Slocum & Hellriegel (2009:8) menjelaskan bahwa kompetensi kunci yang utama yang harus dimiliki individu adalah kompetensi diri. Kompetensi ini meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan menilai kekuatan dan kelemahan diri sendiri, menetapkan dan mengejar sasaran-sasaran pribadi dan profesional, keseimbangn kerja dan kehidupan pribadi. Kemampuan beradaptasi dengan pembelajaran yang baru (new learning), termasuk memperbarui atau memodifikasi ketrampilan, prilaku dan sikap.

Slocum & Hellriegel, 2009: 8) Kompetensi diri meliputi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang merupakan kunci untuk memahami berbagai hal berikut;
1. Mengerti kepribadian dan sikap orang lain serta diri sendiri.
2. Memahami, menilai, menafsir secara akurat orang lain, diri sendiri dan lingkungan terdekat.
3. Mengerti dan melaksanakan pekerjaan sendiri dan orang lain yang berhubungan dengan motivasi dan emosi.
4. Menilai dan menetapkan perkembangan diri sendiri, kehidupan pribadi dan yang berhubungan dengan sasaran yang ingin dicapai dalam pekerjaan.
5. Bertanggung jawab didalam mengatur karier dan diri sendiri dan mengatasi keadaan yang menimbulkan stress.

Kompetensi Diri merupakan kompetensi dasar utama dari tujuh kompetensi. Prestasi kompetensi diri seseorang menciptakan landasan sifat pribadi yang diperlukan untuk meraih sukses dalam mengembangkan keenam kompetensi lainnya. Ke enam kompetensi lainya adalah: kompetensi berkomunikasi (communication), diversifikasi (diversity), etika (ethics), lintas budaya (across cultures), tim (teams), dan perubahan (change) (Slocum & Hellriegel, 2009:7)

Slocum & Hellriegel (2009: 45) juga menjelaskan bahwa untuk dapat mengerti kepribadian diri dan orang lain dibutuhkan lima faktor kepribadian yang memiliki sisi positif dan negatif, yang terdiri dari:
1. Keseimbangan Emosional:
(+)Stabil, Percaya diri, efektif.
(-) Gugup, Keragu-raguan & tidak mood
2. Persetujuan
(+) Kehangatan, banyak ide, perhatian
(-) Mandiri/independen, pasif/dingin, kasar.
3. Percaya diri
(+) Semangat, mendramatisir diri
(-) Pemalu, tidak asertif, rendah diri
4. Penuh perhatian
(+) Perhatian, menarik, mandiri/dapat dipercaya
(-) Mudah tersinggung/perasa, tidak perhatian, tidak bertanggung jawab
5. Keterbukaan
(+) Daya imajinasi, perhatian/minat, keaslian
(-) Menjemukan, tidak punya daya imajinasi/gagasan, berpendidikan (Literal-minded)
Berdasarkan uraian konsep yang dipaparkan sebelumnya bahwa jika individu memiliki kompetensi diri yang baik dan digunakan secara tepat, maka kondisi diskriminasi akibat adanya perbedaan akan dapat dihindarkan terutama pada organisasi pendidikan, hal ini sesuai dengan yang diutarakan Tilaar (2000:35), bahwa seharusnya pendidikan bersinergis dengan bidang-bidang yang saling berbeda dalam arti yang terbatas, sehingga keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang saling mendukung.
Selain dari kompetensi diri, juga kompetensi komunikasi bersinergi menjadi bagian dari kompetensi individu yang dapat digunakan dalam menyikapi persoala-persoalan. Komunikasi adalah sebuah proses dimana sebuah informasi diubah menjadi simbol, tanda atau tingkah laku oleh seseorang dan disampaikan kepada yang lainnya.
Menurut Hammer (1995). Dalam bukunya, Organizational Behavior, Robbins (2003) mengatakan bahwa komunikasi harus mencakup perpindahan dan pemahaman makna. Ini berarti bahwa komunikasi haruslah dipahami oleh para individu yang melakukannya. Komunikasi diibaratkan seperti urat nadi penghubung kehidupan, sebagai salah satu ekspresi dari kharakter, sifat atau tabiat seseorang untuk saling berinteraksi, mengidentifikasikan diri serta bekerjasama. Kita hanya bisa saling mengerti dan memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki orang melalui komunikasi yang diekspresikan dengan menggunakan berbagai saluran baik verbal maupun non-verbal. Pesan yang ingin disampaikan melalui komunikasi, bisa berdampak positif bisa juga sebaliknya, tergantung dari efektif tidaknya penggunaan saluran komunikasi itu sendiri.
Stephen Covey (2005, dalam Kaloh, 2006) mengemukakan bahwa : “Komunikasi merupakan keterampilan paling penting dalam hidup. Hal paling penting dalam komunikasi, bukan sekedar pada apa yang dikatakan, tetapi pada karakhter kita dan bagaimana kita mentransfer pesan serta menerima pesan. Komunikasi harus dibangun dari diri kita yang paling dalam (etika kharakter) sebagai fondasi integritas yang kuat. Ini berarti bahwa kemampuan komunikasi harus dilatih, diasah dan dikembangkan melalui proses belajar terus menerus.
Slocum & Hellriegel (2009: 43) menjelaskan bahwa kita jangan melihat kepribadian (personality) seseorang, tetapi kita lebih memperhatikan perilaku (behaviors) seseorang yang merefleksikan/menggambarkan karakter internal (internal characteristics) dari orang tersebut. Kepribadian menjelaskan tentang sifat yang dominan dari seseorang; pemalu, sensitif, dapat dipercaya, kreatif dan sejenisnya. Hal ini berarti, bahwa kepribadian sangat berguna bagi para karyawan sebab kepribadian berisikan profil dari sifat-sifat seseorang yang mengambarkan tentang perilaku yang diharapkan mereka dari para manejer.
Berdasarkan gambaran permasalahan yang diutarakan di atas, dapat kita jelaskan bahwa masalah etika dalam berkomunikasi menjadi bagian kompetensi berkomunikasi, sekaligus kompetensi diri dan juga kompetensi etika. Menurut Kaloh (2006) bahwa kesantunan komunikasi tidak hanya sekedar berkaitan dengan kehalusan tutur kata, tetapi juga harus berangkat dari niat tulus yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran dan emphaty. Proses komunikasi seperti yang dijelaskan Kaloh tentu saja akan menghasilkan komunikasi dua arah yang bercirikan penghargaan, perhatian dan dukungan secara timbal balik dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Jika ini terealisasi, maka dapat dipastikan perasalahan yang dipicu karena adanya berbagai perbedaan yang dapat menimbulkan ‘isme-isme’ tertentu akan dapat dihindari.
Slocum & Hellriegel (2009:16-17) menjelaskan kata kuncinya kompetensi etik termasuk pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang efektif dalam:
1. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan prinsip etik dalam perilaku dan cara penyelesaian masalah yang dilakukan.
2. Memahami/mempertimbnagkan isu-isu etis menjadi bagian yang penting untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
3. Memahami hukum dan peraturan pemerintah yang berlaku dalam membuat keputusan kerja dalam organisasi.
4. Berlaku jujur dan terbuka dalam melakukan komunikasi, sebatas pada pada yang diperbolehkan (legal), privacy dan pertimbangan kompetitif.

Selanjutnya kompetensi yang tak kalah penting yang dapat mendukung kompetensi diri dan kompetensi komunikasi serta kompetensi etik adalah kompetensi keanekaragaman (diversity). Kompetensi Diversity menurut Scolum dan Hellriegel (2009, 12) adalah include Knowledge, Skill, Abilites (KSA) to value unique individual dan group characteristics, embrace such characteristics as potential sources of organizational strength, and appreciate the uniqueness of each individuals. Keanekaragaman merupakan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang terdiri dari karakteristik individu dan kelompok yang memiliki keunikan, mencakup karakteristik potensial sebagai sumber-sumber kekuatan organisasi dan bagaimana menghargai keunikan setiap individu. Kemampuan individu untuk mengembangkan kompetensi diri dan mengggunkana secara tepat merupakan bagian yang sangat penting. Arianto (2008) yang menjelaskan bahwa kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai,pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer).



C. Penutup

Menurut Arianto (2008) dan Slocum & Hellriegel (2009) menjelaskan secara umum kompetensi mengandung pengertian kepemilikan individu pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan tertentu. JIka dilihat dari pada konsep prinsip perilaku organisasi Slocum & Hellriegel (2009:7) menjelaskan terdapat beberapa kompetensi kunci yang harus dimiliki untuk dapat membangun perilaku organisasi yang efektif, yang tentu saja juga termasuk pada organisasi pendidikan. Kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi diri, kompetensi komunikasi, kompetensi keanekaragaman, kompetensi etik, kompetensi lintas budaya, kompetensi tim dan kompetensi perubahan. Kompetensi-kompetensi tersebut dapat dibangun dengan cara dipelajari dan dipahami selanjutnya dilakukan secara sadar, sampai akhirnya diadopsi menjadi bagian dari perilaku yang sifatnya menetap dan hendaknya dilakukan secara bersama-sama tidak terpisah antara kompetensi yang satu dengan kompetensi yang lain.


D. Daftar Bacaan

Arianto, E (2008). Kompetensi Diri. http://www.mail-archive.com/diskusikepemimpinan@yahoogroups.com/msg00086.html
Hammer, M. and Stanton, S.A. (1995) The Reengineering Revolution: A Handbook. (1st ed.) New York, NY: Harper Business.

Robbins, S.P. (2003) Organizational Behavior. (10th ed.) New Jersey: Pearson Education.

Kandar. E (2007). Standar Kompetensi guru http://endang965.wordpress.com /2007/05/20/standar-kompetensi-guru/Mei 20, 2007

Slocum & Hellriegel (2009), Principles Of Organizational Behavior. South-Western, a part of Cengage Learning.

Tilaar, H.A.R (2000), Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Adhi Mahasatya.

UU RI NO 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.


0

PENINGKATAN MUTU PERGURUAN TINGGI MELALUI MANAJEMEN BERORIENTASI MUTU

PENINGKATAN MUTU PERGURUAN TINGGI
MELALUI MANAJEMEN BERORIENTASI MUTU

Oleh : Elfrianto

A.     Pendahuluan

Pendidikan tinggi hendaknya diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang fleksibel dan dinamis agar memungkinkan setiap perguruan tinggi untuk berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing dan tuntutan eksternal yang dihadapinya.1 Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat/seni, dan profesi. Luther Gulick mengatakan manajemen sebagai ilmu, karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerjasama. Follet, mengatakan sebagai kiat/seni, karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Disisi lain manajemen, dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut oleh suatu kode untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelumnya (Danim, 2003)

Shrode Dan Voich [1974], yang dikutif Fattah (1999) menyatakan bahwa tujuan utama manajemen adalah produktivitas dan kepuasaan. Tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidian. Lebih lanjut, Nanang Fattah (1999:13) menyebutkan bahwa kegiatan manajerial meliputi banyak aspek, namun aspek utama dan esensial yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). George R. Terry dan Stephen G.Franklin dalam buku mereka yang berjudul “ Principles of Management” juga menekankan empat macam bagian dari proses manajemen (fungsi manajemen) yang disingkat dengan kata-kata POAC: planning, organizing, actuating, dan controlling (Nisjar, 1997:10).

Manajemen dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasi dalam semua tipe organisasi. Dalam praktek, manajemen dibutuhkan dimana saja orang-orang bekerja bersama (organisasi) untuk mencapai suatu tujuan bersama (Hani Handoko, 2003: 3). Setiap organisasi selalu membutuhkan manajemen karena tanpa manajemen yang efektif tak akan ada usaha yang berhasil cukup lama. Manajemen akan memberikan efektivitas pada usaha manusia (Anoraga, 1997:109).

Dunia pendidikan juga tidak dapat terlepas dari sistem manajemen ini. Pada pendidikan terdapat beberapa kelemahan mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, dan kelemahan mendasar itu antara lain yaitu bidang manajemen yang mencakup dimensi proses dan substansi. Pada tataran proses, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat. Pada tataran substantif, seperti personalia, keuangan, sarana dan prasarana, instrument pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya, tidak hanya substansinya belum komprehensif, melainkan kriteria keberhasilan untuk masing-masingnya belum ditetapkan secara taat asas (Danim, 2003: 6).

Agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking/titik acuan standar/patokan). Kebanyakan PT di Indonesia belum menggunakan Sistem Manajemen Mutu. Sistem manajemen mutu yang tepat perlu di kembangkan. Dalam manajemen mutu, sudah ada tiga sistem yang berkembang, yaitu : [1] Pengawasan Mutu (PM), [2] Jaminan Mutu (JM) dan [3] Manajemen Mutu Terpadu (MMT) (Tampubolon, 2001:111).

Agar dapat sukses, setiap PT perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh (Tjiptono,2003:15).

Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, dan sejauhmana pencapaiannya. Tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah untuk meneliti efektivitas dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan digunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program dimasa mendatang. Aktivitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan (Continuous Quality Improvement).

Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi menekankan pentingnya otonomi institusi yang berlandaskan pada akuntabilitas, evaluasi, dan akreditasi dan  bermuara pada tujuan akhir peningkatan kualitas secara berkelanjutan. Di pihak lain, kecenderungan globalisasi, kebutuhan masyarakat dan tuntutan persaingan yang semakin ketat menuntut komitmen yang tinggi pada penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.  Pemahaman tersebut menegaskan perlunya PT melaksanakan suatu manajemen mutu terpadu, termasuk di dalamnya Sistem Jaminan Mutu Pendidikan untuk menjamin agar mutu pendidikan di suatu PT dapat dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan.

Di Indonesia pendidikan tinggi mengalami perubahan panorama selama dekade terakhir. Perubahan panorama yang dimaksud meliputi perubahan paradigma, pengelolaan, persaingan  dan sebagainya. Perubahan paradigma terutama dipicu oleh perkembangan teknologi informasi, sehingga e-learning, e-university, dan sejenisnya mulai banyak dibicarakan dan diusahakan. Begitu juga dengan perubahan pengelolaan menyangkut badan penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta.

Perguruan tinggi tidak hanya perlu dilihat sebagai pusat ilmu pengetahuan, pusat penelitian, dan pusat pengabdian kepada masyarakat, tetapi juga suatu entitas korporat ‘’penghasil ilmu pengetahuan’’ yang perlu ‘’bersaing’’ untuk menjamin kelangsungan hidup. Persaingan, sebagaimana dialami oleh perusahaan profit, meliputi persaingan di bidang mutu, harga, dan layanan. Perguruan tinggi sebagai suatu entitas non profit, menghadapi hal yang sama pula. Pengelolaan semuanya memerlukan pengetahuan dan ketrampilan manajemen, yaitu manajemen perguruan tinggi.
Pada tahun 1990 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah menetapkan paradigma baru dalam manajemen pendidikan tinggi yang terdiri dari lima pilar yaitu ;
a.             Kualitas (Quality)
b.            Otonomi (Autonomi)
c.             Akuntabilitas (Acountability)
d.            Akreditasi (Accreditation)
e.            Evaluasi (Evaluation)
Implementasi dari konsep paradigma baru tersebut adalah memberikan otonomi kepada lembaga pendidikan tinggi untuk menjalankan misi akademisnya, yaitu pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat. Namun demikian lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk bersifat akuntabel dalam hal nilai akademisnya dan kinerja manajemennya. Lembaga pendidikan tinggi juga harus bertanggung jawab terhadap mutu dan buku programnya serta derajat akademisnya yang diberikan.

B.        Upaya Peningkatan Mutu PT melalui Manajemen Berorientasi Mutu
Perguruan tinggi sebagai suatu satuan pendidikan harus memiliki berbagai pedoman penyelenggaraan, antara lain tentang struktur organisasi (Pasal 52 UU No 19 Th 2005).  Untuk menjaga mutu penyelenggaraan dan mutu produk, diaturlah organisasi, tata kerja lembaga, dan tatacara penjaminan mutu pendidikan (KepMendiknas No 087/0/2003). Dengan berbagai aturan  diharapkan  masyarakat dapat mengawal  penyelenggaraan pendidikan yang memenui standard mutu tertentu di mana lulusanya dapat bersaing.  Pendidikan yang melahirkan lulusan berkualitas, harus memadukan   budaya dan keseluruhan aspek kehidupan (Tilaar, 2000, 15).  Organisasi pendidikan dipandang oleh berbagai  pihak sebagai  organisasi bidang bisnis (Ornstein & Levine, 1989, 22; Becker, 1985,18; Schultz, 1981,71; Cohn, 1979,4; Robinson & Vaizey, 1966,27). Organisasi yang bergerak dalam bidang bisnis membutuhkan manusia yang berkualitas (Pfeffer, 1996,19). Semakin tingggi budaya bisnis suatu masyarakat semakin tinggi pula tuntutan dan kompetisi kualitas manusia. Tuntutan kualitas manusia yang semakin tinggi akan sejalan dengan tuntutan organisasi penyelenggaraan pendidikan tinggi yang semakin baik.  
Perguruan Tinggi memiliki ciri  keunikan dan kekomplekan. Kondisi unik dan kompleks itu terletak pada keanekaragaman sumber-sumber organisasi perguruan tinggi. Jika penyelenggara kegiatan akademik memiliki latar budaya yang beragam maka kemungkinan kampus akan tercerai-berai secara kultural. Oleh karena itu, diperlukan tingkat koordinasi dan adaptabilitas yang tinggi diantara pimpinan perguruan tinggi (Bartky, 1956,12).  Organisasi perguruan tinggi yang baik adalah organisasi perguruan tinggi yang secara kultur terintegrasi.   Kultur perguruan tinggi yang terintegrasi ada pada struktur organisasi perguruan tinggi yang birokratis. Namun, struktur organisasi perguruan tinggi yang bercirikan  birokrasi yang sentralistik perlu dikaji ulang (Bachor & Andriyani, 2005,5). Oleh karena itu, pimpinan perguruan tinggi harus memahami   peranan-peranan  dan hubungan-hubungan antar orang yang ada. 
Hubungan antara  pimpinan, dosen, dan karyawan perguruan tinggi swasta biasanya didasarkan atas persamaan kegiatan dan kepentingan. Persamaan dan perbedaan itu akan melahirkan kelompok – kelompok.  Secara alamiah, keberadaan kelompok  atau   “klik”, atau organisasi informal tidak dapat dihindarkan. Kelompok merupakan ikatan yang sangat berpengaruh terhadap keseluruhan lingkungan motivasional individu (Nadler & Lawler, dalam Staw, 1991,47). Pengalaman penelitian pada Fakultas Teknik Universitas Bung Hata Padang menunjukkan bahwa pimpinan perguruan tinggi harus memahami, mengenali, dan memperhatikan peranan-peranan organisasi informal dalam pengambilan keputusan (Satriadi, 2005,84). Demikian pula pengalaman di Universitas Makasar, Fakultas Administrasi Negara, di mana organisasi informal memiliki peran dalam pengambilan keputusan Dekan (Aris Munandar, 1992,10). Sebagai contoh peran anggota   Dosen Fakultas berhubungan dgn tujuan yg kompleks dr lembaganya, Sebagai tugas tambahan dari memberi kuliah, juga diminta pimpinan utk meberi ceramah pd masyarakat, menghadiri konferensi, menulis teknikal paper, menjawab korespondensi, bertemu dgn kelompok mhs dlm pertemuan sore, dsb. Tugas ini bisa    mengahalangi usaha dosen dlm menulis buku atau mengadakan penelitian dsb. Berbeda dgn adm bisnis atau org pemerintahan karyawan dpt menolak tugas yg diluar tgg jawabnya
Dalam kerangka pengembangan perguruan tinggi ke depan, pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang serius pada pembinaan organisasi perguruan tinggi. Pengembangan kelembagaan organisasi perguruan tinggi di Indonesia diarahkan untuk menjamin lahirnya sarjana yang unggul (HELTS 2003-2010).  Pendidikan diharapkan memiliki sumbangan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat (Robinson & Vaizey, 1966,27; Becker, 1975,18;  Cohn, 1979,4; Schultz, 1981,71; Pophal, 2002,58; Proenza, 2002/03,44; Sylverter, 2003,5). Manajemen PT yang profesional dan akuntabel merupakan hal yang mendesak untuk dibangun (Tilaar, 2000,33; Uys, 2002,14).
Manajemen PT hendaknya diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang fleksibel, dinamis serta berorienatsi mutu agar memungkinkan setiap perguruan tinggi untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi yang dimilikinya.
Manajemen atau seringkali disebut pula ‘’pengelolaan’’ merupakan kata yang digunakan sehari-hari, sehingga diandaikan semua orang tahu artinya. Definisi sesungguhnya kata tersebut ternyata banyak sekali, tergantung pada cara pandang, kepercayaan, atau pengertian seseorang.
Pustaka mendefinisikan sebagai ‘’kekuatan yang mengendalikan bisnis, sehingga menentukan berhasil tidaknya binsis’’, ada pula yang menyebutnya ‘’bagaimana mendapatkan sesuatu melalui orang lain’’, ‘’perencanaan dan implementasi’’, dan sebagainya. Ada definisi yang digunakan misalnya yang dirumuskan oleh Terry, sebagai berikut:
‘’Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other resources’’.
Dalam pengertian definisi ini, ada aktivitas yang jelas berupa proses manajemen. Selanjutnya, aktivitas dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilakukan melalui orang lain dengan bantuan sumber daya lain pula, yang dinamakan orang dan sumber daya lain biasa disebut 5 M, yaitu men, materials, machines, methods, dan money.
Sebagian besar perguruan tinggi adalah organisasi sosial atau nirlaba, sedangkan sebagian kecil lebih cenderung disebut perusahaan komersial sebagaimana perusahaan bisnis yang lain.
Rektor:
Tugas dan Wewenang Rektor:
  1. Memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, tenaga administrasi serta hubungannya dengan lingkungan.
  2. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi, badan swasta dan masyarakat untuk memecahkan persoalan yang timbul, terutama yang menyangkut bidang tanggung jawabnya.



Dekan:
Tugas Dekan yakni; memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitfan, pengabdian kepada masyarakat, membina tenuga kependidikan, mahasiswa, tenaga administrasi, dan administrasi fakultas dan bertanggung jawab kepada Rektor.

Ketua Jurusan:
Ketua  jurusan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan akademik dan atau profesional dalam sebagian atau satu cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian tertentu.

Oleh karena itu, yang dibahas di sini adalah manajemen perguruan tinggi sebagai salah satu bentuk manajemen kegiatan sosial atau nirlaba. Bahasan utama yang akan disajikan adalah proses dan aktivitas manajemen yang perlu dilakukan.
Selanjutnya, beberapa aplikasi fungsi manajamen umum dalam manajemen perguruan tinggi, adalah sebagai berikut:
Perencanaan
Perencanaan program kerja, termasuk perencanaan anggaran, bukan merupakan hal baru bagi perguruan tinggi, baik perencanaan lima tahunan maupun perencanaan tahunan. Namun, perencanaan perlu pula dilakukan untuk perencanaan strategis, yaitu perencanaan yang menentukan hidup mati dan berkembang tidaknya suatu universitas.
Rektor mempunyai peran yang besar dalam penyusunan rencana sebuah perguruan tinggi.

Pengorganisasian
Fungsi pengorganisasian termasuk fungsi pengisian staf yang sesuai untuk setiap tugas atau kedudukan. Pengisian staf atau karyawan perlu membedakan beberapa jenis karyawan yang bekerja di suatu universitas, yang masing-masing mempunyai tugas khas dan karakteristik sendiri-sendiri.Ada sekurang-kurangnya empat jenis kelompok karyawan yang mempunyai tugas berbeda, adalah sebagai berikut:
1.         Karyawan Akademik adalah para dosen dan peneliti yang bertugas mengajar dan melakukan penelitian ilmiah.
2.         Karyawan Administrasi adalah karyawan yang bekerja di rektorat, keuangan, pendaftaran, personalia dan sebagainya.
3.         Karyawan Penunjang Akademik adalah mereka yang bekerja sebagai ahli atau karyawan di perpustakaan, laboratorium, bengkel latihan dan sejenisnya.
4.         Karyawan penunjang lain adalah karyawan lain seperti sopir, tukang kebun, petugas kebersihan gedung, petugas pemeliharaan dan sebagainya.
Fungsi tugas pengorganisasian dan staf termasuk perencanaan, rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengembangan karir, pembuatan rincian tugas (job description) dan kebutuhan tugas (job requirement), penetapan otorisasi, menentukan organigram, menentukan hubungan lini dan hubungan staf, menentukan rentang kendali (span of control), membuat penilaian tugas dan jenjang tugas (job evaluation dan job establishment), merencanakan kaderisasi dan sebagainya.
Penggerakan
Fungsi tugas penggerakan (actuating) adalah tugas menggerakkan seluruh manusia yang bekerja dalam suatu perguruan tinggi agar masing-masing bekerja sesuai yang telah ditugaskan dengan semangat dan kemampuan maksimal. Ini merupakan tantangan yang sangat besar bagi fungsi manajemen karena menyangkut manusia, yang mempunyai keyakinan, harapan, sifat, tingkat laku, emosi, kepuasan, pengembangan, dan akal budi serta menyangkut hubungan antar pribadi. Oleh karena itu, banyak yang mengatakan bahwa fungsi penggerakan adalah fungsi yang paling penting serta paling sulit dalam keseluruhan fungsi manajemen.
Fungsi penggerakan berada pada semua tingkat, lokasi, dan bagian perguruan tinggi. Kemudian, fungsi penggerakan meliputi memberikan motivasi, memimpin, menggerakkan, mengevaluasi kinerja individu, memberikan imbal jasa, mengembangkan para manajer dan sebagainya. Fungsi penggerakan kadang-kadang diganti dengan istilah lain, misalnya fungsi kepemimpinan (leading).
Parameter pengukuran atau suatu alat yang seringkali digunakan untuk membantu memahami kebutuhan manusia adalah hierarki kebutuhan yang dikembangkan oleh AH Maslow. Hierarki mengenai lima tingkat (kadang-kadang dibagi menjadi enam) yakni kebutuhan dasar manusia, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, sebagai berikut:
a.      Kebutuhan fisiologis (physiological need)
Lapar dan haus adalah kebutuhan yang paling dasar bagi manusia dan harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum semua kebutuhan lainnya dipenuhi.
b.      Kebutuhan keamanan (safety need)
Keamanan adalah tingkat kebutuhan kedua, yaitu berupa pakaian, tempat perlindungan atau rumah tempat tinggal, dan lingkungan yang menjamin keamanan seperti pekerjaan tetap, pensiun dan asuransi.
c.       Kebutuhan afeksi (affection need)
Termasuk dalam kebutuhan tingkat tiga adalah pengakuan termasuk dalam lingkungan tertentu, bukan hanya lingkungan keluarga, tetapi juga lingkungan sosial lainnya, seperti tempat kerja.
d.      Kebutuhan penghargaan (esteem need)
Kebutuhan penghargaan berbentuk kebutuhan penghargaan diri, rasa keberhasilan, dan pengakuan dari orang lain. Kebutuhan akan status merupakan dorongan utama untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut.
e.      Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization need)
Tingkat tertinggi kebutuhan manusia adalah rasa pemenuhan diri, yaitu sumbangan optimalnya pada sesama manusia, suatu realisasi penuh atas potensi diri manusia.
Pengawasan
Pengawasan adalah fungsi terakhir manajemen, namun bukan berarti yang paling kurang penting. Pengawasan adalah pengamatan dan pengukuran, apakah pelaksanaan dan hasil kerja sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak. Kalau tidak, apa kendalanya dan bagaimana menghilangkan kendala agar hasil kerja dapat sesuai dengan yang diharapkan. Fungsi pengawasan tidak harus dilakukan hanya setiap akhir tahun anggaran, tetapi justru harus secara berkala dalam waktu yang lebih pendek, misalnya setiap bulan, sehingga perbaikan yang perlu dilakukan tidak terlambat dilaksanakan.

Penerapan Total Quality Management
Sesuai program pengembangan sumber daya manusia di suatu universitas, fakultas, lebih khusus di suatu program studi, telah memprogramkan kegiatan-kegiatan pengembangan sumber daya manusia dalam menunjang proses belajar mengajar, seperti antara lain: kegiatan-kegiatan magang, pelatihan-pelatihan, seminar, lokakarya, workshop, serta meningkatkan kualitas manajemen fakultas/program studi bagi pimpinan fakultas/program studi. Dalam maksud tersebut, pimpinan universitas, pimpinan fakultas, dalam rangka menerapkan manajemen perguruan tinggi modern, perlu mengikutsertakan para pimpinan program studinya dalam kegiatan-kegiatan pengembangan sumber daya manusia, untuk mengikuti kegiatan magang seperti kegiatan Total Quality Management di suatu universitas/fakultas dan program studi lain di luar perguruan tingginya.
Tujuan pelaksanaan magang Total Quality Management perguruan tinggi adalah (1) memahami berbagai model sistem manajemen mutu dalam bidang pendidikan tinggi, dan (2) dapat membangun serta menerapkan sistem manajemen mutu pendidikan di perguruan tingginya/fakultas dan program studinya.
Manfaat dari kegiatan magang Total Quality Management (TQM) ini adalah: agar universitas/fakultas/program studi, secara berkelanjutan mampu menggunakan dan menerapkan sistem manajemen mutu perguruan tinggi, guna melaksanakan proses belajar mengajar secara berkualitas, serta mampu menghasilkan sarjana yang mempunyai kompetensi profesional, kepedulian terhadap lingkungan, kepekaan sosial dan mempunyai jiwa kewirausahaan, mempunyai budi pekerti yang luhur yang berlandaskan pada motto perguruan tingginya.
Di antara banyak definisi tentang mutu, untuk keperluan pengembangan sistem jaminan mutu dipakai pengertian menurut kriteria  dari Crosby (1979) dan Salis (1993), bahwa mutu pendidikan tinggi adalah pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh institusi pendidikan tinggi di dalam rencana strategisnya, atau kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan. Jaminan mutu adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian dari sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan. Dalam jaminan mutu terkandung proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan.
Dalam mendefinisikan kualitas,ada lima pakar utama dalam TQM (total quality management) yang saling berbeda pendapat, tetapi maksudnya sama. Menurut Juran (V. Daniel Hunt, 1993:32 dalam Nasution, 2001:15) menyatakan bahwa kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi (Yamit, 2004:7). Deming (1982 :176, dalam Nasution, 2001 :16) menyatakan bahwa kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen (Yamit, 2004 :7). Menurut Crosby (1979 : 58, dalam Nasution, 2001 : 16) menyatakan bahwa kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan atau kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan (Yamit, 2004 : 7).
Garvin (1988, dalam Nasution, 2001 : 16), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen adalah : [1] Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. [2] Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. [3] Kualitas merupakan kondisi yang berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang) (Tjiptono, 2003 : 3; Nasution,2001 : 16).
Dalam rangka melaksanakan perbaikan mutu di perguruan tinggi/universitas/fakultas dan program studi, secara kontinyu (berkelanjutan), TQM merupakan pendekatan yang tepat. TQM merupakan kegiatan pikiran (sikap, gagasan) dan kegiatan praktis (metoda, prosedur, teknik) yang mendorong perbaikan secara kontinyu. Sebagai suatu pendekatan, TQM mengupayakan agar penekanan institusi bergeser secara permanen dan ‘’shorter expediency’’ keperbaikan mutu jangka panjang, inovasi, perbaikan dan perubahan yang terus menerus, perlu ditekankan. Di samping itu, unit-unit kerja yang melaksanakan dilibatkan dalam siklus perbaikan mutu yang kontinyu.
Gerakan perbaikan mutu dalam bidang pendidikan di dunia, sebenarnya belum terlalu lama. Perintisan Total Quality Management (TQM) dalam bidang pendidikan diawali di Amerika Serikat pada akhir tahun 1980-an, diikuti oleh Inggris. Peningkatan perhatian baru dimulai pada tahun 1990. Demikian pula TQM sebagai mata kuliah akademik, masih sangat sedikit diterapkan. Dari hasil survei yang dilakukan Vaplan (1992) di 10 universitas terkemuka di Amerika Serikat, dari Harvard Business School, ternyata hanya sedikit input tentang TQM diberikan oleh kebanyakan program studi bisnis dan MBA, serta jarang diteliti. Dapat disimpulkan bahwa baru sedikit pemahaman pentingnya mutu terpadu bagi suatu sistem ekonomi yang sehat. Banyak ahli pendidikan tidak suka membuat analogi antara ‘’proses pendidikan’’ dengan ‘’proses manufaktur’’ pada industri.
Di Inggris, sejak berlakunya ‘’Education Reform Act’’ pada tahun 1988, perhatian terhadap mutu pendidikan mulai meningkat. Undang-undang ini banyak menitikberatkan pada monitoring ‘’performance indicators’’ (indikator kinerja) dari proses pendidikan. Akan tetapi indikator-indikator ini, terutama hanya merupakan pedoman untuk mengukur efisiensi mutu pembelajaran atau efektivitas institusi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Jika ingin memperoleh lebih banyak apa yang ada di balik indikator kinerja tersebut, suatu institusi harus mulai lebih serius pada TQM dengan artian perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) terhadap standar pelanggannya seiring meningkatnya persyaratan mutu pelanggan.
Perbaikan mutu menjadi semakin penting dengan meningkatnya persaingan dalam era liberalisasi ini. Otonomi yang semakin besar, harus diimbangi oleh peningkatan tanggung jawab. Lembaga pendidikan tinggi harus bisa mendemonstrasikan bahwa lembaga tersebut mampu menyelenggarakan pendidikan yang bermutu kepada para mahasiswanya. Hal ini sejalan dengan paradigma baru penataan sistem pendidikan tinggi, yang mulai diterapkan pada Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Pengajaran (SP4) sejak 1997. Perguruan tinggi harus menyelenggarakan pendidikan yang mengacu kepada mutu yang berkelanjutan. Untuk itu diperlukan pola manajemen yang berazazkan otonomi, namun diiringi akuntabilitas yang memadai.
Hal ini hanya akan bisa dicapai bila suatu perguruan tinggi melakukan evaluasi diri secara teratur sebelum dievaluasi oleh pihak ketiga secara eksternal yakni akreditasi. Evaluasi secara teratur dalam bentuk ‘’audit internal’ yang dilanjutkan dengan ‘’review sistem manajemen’’ akan menjamin suatu perguruan tinggi dapat secara kontinyu melakukan perbaikan mutu, dalam mengantisipasi persaingan yang semakin ketat bagi lulusannya dalam meniti karir di dunia kerja.
Dalam rangka melaksanakan perbaikan mutu yang kontinyu (berkelanjutan), TQM merupakan pendekatan yang tepat. TQM merupakan kegiatan pikiran (sikap, gagasan) dan kegiatan praktis (metoda, prosedur, teknik) yang mendorong perbaikan kontinyu. Sebagai suatu pendekatan, TQM mengupayakan agar penekanan institusi bergeser secara permanent dan ‘’shorter expediency’’ ke perbaikan mutu jangka panjang. Inovasi, perbaikan dan perubahan yang terus menerus perlu ditekankan. Di samping itu unit-unit kerja yang melaksanakannya dilibatkan dalam siklus perbaikan mutu yang kontinyu.
Penerapan TQM dalam suatu lembaga pendidikan tinggi memerlukan ‘’perubahan budaya’’. Perubahan budaya ini merupakan salah satu faktor penghambat yang cukup sulit dan cukup memakan waktu. Budaya mutu mencakup sikap dan metoda kerja staf di samping sistem manajemen dan kepemimpinan. Perencanaan strategis merupakan suatu wahana yang cukup baik dalam menanggulangi hambatan budaya tersebut.
Proses perencanaan strategis banyak membantu staf dalam memahami misi perguruan tingginya dan menjembatani komunikasi yang terputus. Staf jadi tahu mau kemana perguruan tingginya menuju dan akan menjadi bagaimana di masa depan.




Merancang Sistem Manajemen Mutu
Adanya sistem manajemen mutu dalam suatu institusi perguruan tinggi, menjamin terlaksananya perbaikan mutu secara berkelanjutan. Dalam penerapan TQM, institusi harus menyusun sistem mutu dalam bentuk pedoman mutu (Quality Manual), tertulis sebagai acuan bagi semua orang yang terlibat dalam pencapaian standar-standar kinerja mutu yang ditetapkan. Implementasi sistem manajemen mutu harus diaudit secara berkala dalam rangka memperoleh masukan untuk manajemen review untuk penyempurnaan sistem itu sendiri.
Perencanaan sistem mutu merupakan serangkaian langkah-langkah penting yaitu:
·        menetapkan apa yang akan dikerjakan,
·        mencari dan menetapkan metoda-metoda dan prosedur yang diperlukan untuk menjamin mutu,
·        mendokumentasikan apa yang akan dikerjakan (pedoman, metoda, prosedur tertulis (Prosedur Operasional Standar) atau SOP,
·        melaksanakan kegiatan sesuai apa yang disepakati secara tertulis,
·        menyiapkan bukti-bukti tentang apa yang dikerjakan (memungkinkan informasi ini digunakan pihak lain).
Berdasarkan ruang lingkup penjaminan mutu sebagaimana tersebut di atas dijabarkan ke dalam pelbagai aspek jaminan mutu. Masing-masing penjaminan mutu ditetapkan baku mutunya  seperti misalnya untuk mutu proses pembelajaran, disebut baku mutu proses pembelajaran. SPMA dikembangkan dan dilaksanakan secara bertahap, dimulai dari pengidentifikasian berbagai kegiatan yang berkaitan dengan proses pembelajaran sampai dengan kegiatan yang merupakan proses kunci dalam penyelenggaraan proses pembelajaran.
Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action) diterapkan dalam pelaksanaan penjaminan mutu proses pembelajaran dapat dilihat dari gambar di bawah ini:




Sistem Mutu Dalam Bidang Pendidikan
Suatu sistem (jaminan) mutu dalam bidang pendidikan, pada umumnya memuat unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Rencana Strategis
Rencana strategis memberi visi, misi dan tujuan suatu perguruan tinggi dalam jangka panjang serta memberikan arahan terhadap pelaksanaan seluruh program operasional yang disusun tahun demi tahun. Rencana strategis mengidentifikasi sasaran pasar, positioning dan budaya yang diinginkan dalam memproduksi produk (lulusan) untuk memenuhi pasar tersebut.
Rencana strategis sangat penting untuk pencapaian mutu pelayanan sebab hanya perencanaan yang dapat memberikan perspektif keadaan persaingan di masa mendatang.
2.      Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu merupakan acuan umum bagi program-program utama yang semestinya disusun untuk mengantisipasi kebutuhan dan persyaratan mutu masyarakat. Kebijakan ini seyogyanya merupakan persyaratan kepada masyarakat tentang komitmen perguruan tinggi untuk memuaskan harapan pelanggan baik internal maupun eksternal.
Kebijakan mutu harus terdokumentasi, dikomunikasikan kepada seluruh staf (akademik dan non akademik) agar dipahami dan selanjutnya memberikan komitmen pada implementasinya.
3.      Tanggung Jawab Manajemen
Unsur ini meletakkan peranan dan tanggung jawab manajemen puncak, manajemen madya dalam sistem mutu. Harus ditetapkan juga anggota tim senior yang memimpin pelaksanaan program perbaikan mutu.
4.      Organisasi Mutu
Ruang lingkup tugas, wewenang dan tanggung jawab kelompok pengarah untuk mengimplementasikan sistem mutu perlu ditetapkan kelompok atau tim ini diperlukan untuk:
·        mengarahkan langkah awal perbaikan mutu,
·        mengelola perubahan budaya mutu,
·        mendukung dan mengendalikan kegiatan-kegiatan unit kerja dalam langkah awal tersebut.
·        Memonitor perkembangan program perbaikan mutu.
Fungsi tim dalam melaksanakan program dan pemecahan masalah merupakan titik berat dari langkah awal perbaikan mutu. Dukungan, kepemimpinan dan sumberdaya serta adanya pelatihan tim diperlukan untuk menyukseskan gerakan awal ini.
5.      Pemasaran dan Publikasi
Suatu institusi pendidikan, misalnya perguruan tinggi perlu memberikan informasi yang jelas mengenai program-program studi yang ditawarkan secara lengkap. Informasi ini harus didokumentasikan dengan baik dan mudah diperoleh. Bahan-bahan pemasaran (sales kits) seperti selebaran, leaflet, brosur, iklan dan sebagainya harus dibuat dengan jelas dan tepat serta secara teratur diperbaharui.
6.      Seleksi Masuk
Seleksi masuk merupakan tahapan sangat penting dalam proses pendidikan. Meskipun tidak ada data pendukung, tetapi pengaruh mutu bahan mentah (calon mahasiswa) terhadap mutu lulusan sangat besar.
Prosedur seleksi masuk ke perguruan tinggi harus didokumentasikan dengan baik dan di review  secara teratur. Hal-hal yang perlu didokumentasikan mencakup pedoman seleksi, surat lamaran asli (termasuk lampirannya), hasil wawancara, daftar nama.
7.      Rancangan Kurikulum
Rancangan kurikulum mencakup maksud dan tujuan setiap program studi dan spesifikasinya secara rinci, harus didokumentasikan. Studi prosedur pembukaan/program penetapan harus ada dan didokumentasikan. Spesifikasi meliputi silabus dan satuan acara perkuliahan/praktikum harus disahkan oleh pejabat tertentu.
Adanya masukan dari mahasiswa, alumni dan ‘’client’’ bagi rancangan kurikulum merupakan bagian sistem mutu yang perlu didokumentasikan dengan baik. Tinjauan secara periodik dalam rangka meningkatkan relevansi dengan dunia kerja perlu diatur secara berkala.
8.      Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum juga merupakan tahapan penting dalam proses pendidikan. Metode pengajaran harus dimantapkan dan dijelaskan dalam prosedur-prosedur yang harus diikuti dalam pelaksanaan setiap aspek program studi. Berbagai catatan dalam kaitan ini perlu dipelihara dan didokumentasikan dengan baik, antara lain, jadwal kuliah/praktikum, ‘’course submissions’’, kerangka kerja, catatan kerja, catatan penilaian, rencana kerja dan catatan-catatan prestasi kerja. Demikian pula catatan-catatan kegagalan dan kinerja di bawah standard dan tindakan koreksi yang diambil harus didokumentasikan.
Sistem yang dikembangkan untuk membantu memecahkan masalah-masalah pembelajaran juga perlu didokumentasikan. Rincian penilaian formatif dan sumatif serta kriteria untuk kelulusan dan ‘’grading’’ mahasiswa merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan kurikulum.
9.      Manajemen Pembelajaran
Proses yang dilaksanakan dalam rangka pengelolaan program dan kurikulum perlu dispesifikasi, termasuk pengaturan untuk kerja tim. Peranan dalam tim, wewenang dan tanggung jawab perlu dijelaskan dengan baik. Paparan audit dari pihak luar merupakan bukti yang baik bila tersedia untuk memberikan gambaran, mutu manajemen pembelajaran.
10.  Penyusunan, Pelatihan dan Pengembangan Staf
Staf perguruan tinggi harus sesuai dengan tugasnya. Perlu dibuat prosedur seleksi dan rekruitmen staf, pengukuran prestasi kerja, peningkatan inovasi dan kebijakan pengembangan karir.
Pengembangan staf memerlukan perencanaan dan proses analisis kebutuhan serta sistem monitoring dan evaluasi efektivitas program pelatihan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Perlu dilakukan standarisasi bagi kualifikasi staf untuk melaksanakan setiap program studi.
11.  Monitoring dan Evaluasi
Siklus umpan balik sangat vital peranannya untuk menilai dan menjamin mutu pendidikan. Sistem mutu dalam kaitan ini mendokumentasikan mekanisme evaluasi yang digunakan instansi untuk memonitor hasil yang dicapai individu-individu dan keberhasilan program yang dilaksanakannya.
Keikutsertaan mahasiswa dalam penilaian kemajuannya sendiri dan pengalaman mereka mengikuti program merupakan unsur penting dalam proses penilaian. Metode yang digunakan dapat terdiri dari analisis dari catatan pencapaian hasil, review meeting, penyebaran kuesioner dan internal audit.
12.  Pengaturan Administrasi
Perguruan tinggi perlu mendokumentasikan prosedur-prosedur administrasi yang penting meliputi daftar mahasiswa, catatan-catatan mahasiswa, jadwal, prosedur kesehatan dan keamanan, ‘’examination entries and result’’ dan sistem keuangan.
Proses pengendalian dokumen penting, namun perlu melakukan spesifikasi terhadap dokumen-dokumen kunci agar tidak terlalu menitik beratkan kepada catatan. Dokumen kunci meliputi silabus terbaru, dokumen persetujuan dan pengesahan, catatan kemahasiswaan, catatan penilaian dan hasil ujian, catatan notulen rapat penting dan sebagainya.
13.  Review Manajemen Institusi
Perguruan tinggi harus mempunyai suatu cara untuk mengevaluasi keseluruhan kinerja (total performance). Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pemeriksa dari luar. Namun demikian, bisa saja diputuskan bahwa perguruan tinggi melakukan audit sendiri dengan melibatkan pihak luar.

Sistem Mutu ISO-9000
ISO, singkatan dari International Organization for Standardization atau Organisasi Standarisasi International yang merupakan organisasi non pemerintah dan anggotanya terdiri dari badan-badan standarisasi nasional beberapa negara. Sistem mutu ISO-9000 adalah suatu bakuan mutu proses yang berlaku secara internasional. Bakuan mutu ini awalnya dibuat khusus untuk dunia industri, dimana untuk menghasilkan produk yang diharapkan harus dijamin oleh proses yang baku.

Dokumen Sistem Manajemen Mutu yang disusun harus mencakup:
a.      Kebijakan mutu dan sasaran mutu.
b.      Manual mutu, yang terdiri dari struktur organisasi lembaga, struktur organisasi mutu, uraian wewenang dan tanggung jawab fungsi mutu, garis besar sistem manajemen mutu yang diterapkan oleh institusi, serta prosedur-prosedur yang disyaratkan.
c.       Semua dokumen yang dibutuhkan organisasi untuk memastikan keefektifan pengoperasian dan pengendalian proses. Bisa berbentuk strategi organisasi, prosedur kerja, peraturan/tata tertib.
d.      Catatan mutu yang disyaratkan, berisi daftar dokumen yang perlu disimpan, berapa lama penyimpanan serta disimpan oleh siapa.
Sistem Manajemen Mutu ISO 9000, menggunakan 8 klausul/prinsip utama, sebagai berikut: 1. Berfokus pada pelanggan, 2. Kepemimpinan, 3. Peran serta setiap orang di dalam organisasi, 4. Pendekatan proses, 5. Pendekatan sistem, 6. Peningkatan terus menerus, 7. Pengambilan keputusan harus dengan pendekatan fakta, 8. Hubungan baik dengan pemasok.
Rencana Program TQM Untuk Universitas/Fakultas dan Program Studi
Rencana program kerja TQM pada suatu Universitas/Fakultas/Program Studi, adalah sebagai berikut:
1.         Merancang sistem manajemen mutu, dalam bentuk pedoman mutu (quality manual) secara tertulis sebagai acuan bagi civitas akademika yang terlibat dalam pencapaian standar-standar kinerja mutu yang ditetapkan.
2.         Membuat Tim Pengarah dan Tim Pelaksana untuk mendesain, mendiagnosa sistem manajemen mutu sebelum dilembagakan dalam struktur organisasi.
3.         Menyusun serta menetapkan kebijakan dan tujuan mutu di tingkat program studi, serta mengusulkannya di tingkat fakultas dan universitas. Kemudian menyusun indikator kinerja mutu dan sasaran kinerja mutu.
4.         Mulai melaksanakan proyek-proyek perbaikan mutu di Fakultas/Program Studi, antara lain: Penyusunan Buku Pedoman Akademik untuk Mahasiswa; Buku Kurikulum dengan seluruh derivasinya seperti: Satuan Acara Perkuliahan, Analisis Instruksional, Modul Plan, Course Outline, Bahan Ajar Program Studi, pengelolaan manajemen sumberdaya manusia, sumberdaya sarana fisik/fasilitas dan sarana komunikasi dan informasi teknologi, keuangan, evaluasi akademik untuk mahasiswa dan staf pengajar, proses belajar mengajar, proses tugas akhir, proses ujian akhir semester dan ujian sarjana dan sebagainya.
5.         Menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen mutu di Fakultas/Program Studi, dan melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja mutu dengan indikator yang telah ditetapkan.
Agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking/titik acuan standar/patokan). Kebanyakan PT di Indonesia belum menggunakan Sistem Manajemen Mutu. Sistem manajemen mutu yang tepat perlu di kembangkan. Dalam manajemen mutu, sudah ada tiga sistem yang berkembang, yaitu : [1] Pengawasan Mutu (PM), [2] Jaminan Mutu (JM) dan [3] Manajemen Mutu Terpadu (MMT) (Tampubolon, 2001:111).

C. Kesimpulan
Perguruan Tinggi adalah suatu sistem, yaitu struktur yang terdiri dari berbagai komponen yang berkaitan erat satu sama lain secara fungsional, sehingga merupakan keterpaduan yang sinergis. Dalam komponen-komponen itu terjadi proses-proses yang sesuai dengan fungsi masing-masing, tetapi tidak eksklusif atau sendiri-sendiri, melainkan saling berkaitan, saling mendukung, dan saling mempengaruhi satu sama lain ( Tampubolon, 2001 : 79). Sistem manajemen mutu yang tepat perlu dikembangkan.
Depdiknas (2003) menjelaskan Pendidikan tinggi di perguruan tinggi dinyatakan bermutu atau berkualitas, apabila :
1.      Perguruan tinggi tersebut mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif);
2.      Perguruan tinggi tersebut mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif), berupa:
a.      Kebutuhan kemasyarakatan (societal needs);
b.      Kebutuhan dunia kerja (industrial needs);
c.      Kebutuhan profesional (professional needs).
Dengan demikian perguruan tinggi harus mampu merencanakan, menjalankan, dan mengendalikan  suatu proses yang menjamin pencapaian mutu sebagaimana diuraikan di atas. Inti dari TQM ialah usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus-menerus  emperbaiki mutu pelayanan dan produk perusahaan. Fokusnya semakin diarahkan ke pelanggan. Dalam TQM, kunci strategis yang dipusatkan pada pelanggan ialah pertanyaan “ apakah kualitas itu?” Jawabannya “kualitas berarti memberikan produk dan pelayanan yang  konsisten dalam satu usaha tunggal “ (Schuler, 1997:113)  ingkaran PDCA (Plan-Do-Check-Act) disebut juga lingkaran Deming. Lingkaran ini menggambarkan proses-proses yang selalu terjadi dalam setiap kegiatan atau kinerja yang bermutu. Lingkaran itu bisa dilihat dalam gambar berikut:














Penentuan Standar Mutu
Audit Butir Mutu
Kesenjangan Standar Mutu Dan Hasil Audit
Laksanakan action tersebut
Identifikasi Action Untuk  Memenuhi Standar Mutu
 




















Gabungkan pada proses PDCA
berikutnya
 

Evaluasi Standar Mutu Dan Kaizen
 








                                                                       
Daftar Pustaka

1.      Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2.      Depdiknas (2003). Pedoman penjaminan Mutu (QA) Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi.

3.      Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonsia. 2004. Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003 - 2010 (HELTS): Menuju Sinergi Kebijakan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

4.      Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonsia. 2004. Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003 - 2010 (HELTS): Meewujudkan Perguruan Tinggi Berkualitas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

5.      Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonsia. 2004. Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003 - 2010 (HELTS): Meningkatkan Peran Serta Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

6.      Fattah, Nanang. 1999. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

7.      Nasution.M.N. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Jakarta:Ghalia Indonesia.

8.      Nawawi, Hadari. 1995. Administrasi Pendidikan Jakarta. Gunung Agung. Schuler, Randall.S dan Susan E.Jackson. 1997. Manajemen Sumber Daya

9.      Slamet Margono (2009). Strategi Penerapan MMT di Perguruan Tinggi. Disajikan Pada Forum HEDS, PPt.

10.  Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa 

11.  Tampubolon, Daulat.P. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu (Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad Ke-21). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

12.  Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Manajemen.Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.

13.  Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 , 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasoinal Republik Indonesia. Jakarta

14.  Yamit, Zulian. 2004. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta: Ekonisia.